9 > My Knowledge

Inti Pengetahuan: “Dalam cerita pendidikan, AI tidak boleh menjadi ‘Ghostwriter’ yang menuliskan akhir cerita untuk kita. Ia harus menjadi ‘Mentor’ yang membiarkan sang Protagonis (Mahasiswa) menemukan kekuatannya sendiri.”
Menyelesaikan Paradoks Pendidikan dengan Pendekatan Naratif
Untuk mengajarkan paradigma rekayasa yang kompleks di era AI, metode konvensional (kuliah satu arah) sudah usang. Oleh karena itu, saya merumuskan kembali beberapa metodologi ke dalam bahasa yang saya pahami: bahasa kepenulisan dan desain sistem.
9.0.1 The Paradox
Tantangan terbesar pendidikan rekayasa saat ini adalah: Paradoks Agensi. Bagaimana kita menggunakan alat sekuat AI (seperti ChatGPT) tanpa membunuh potensi manusia? * Jika AI memberikan semua jawaban koding dan solusi desain, mesin menjadi semakin pintar, tetapi mahasiswa menjadi pasif. * Dalam istilah kepenulisan: Jika AI menulis seluruh novelnya, maka manusia bukan lagi “Penulis” (Author), melainkan sekadar “Pembaca”. Ini adalah kegagalan cerita. Mahasiswa kehilangan peran sebagai Protagonis dalam kisah pendidikannya sendiri.
9.0.2 Struktur Kurikulum
Untuk mencegah hal itu, VALORISE membagi kurikulum menjadi dua peta mental, layaknya menyusun sebuah novel fantasi:
9.0.2.1 Peta “Lore”
Sebelum menulis cerita, penulis harus membangun dunia (World-Building). * Konsep: Ini adalah lapisan fundamental. Mahasiswa harus memahami “Hukum Fisika” dari dunia digital (Algoritma, Struktur Data, Logika Energon). * Tujuan: Memahami aturan main. Kita tidak bisa mematahkan aturan (berinovasi) jika kita tidak memahaminya terlebih dahulu.
9.0.2.2 Peta “Plot”
Setelah dunia terbangun, barulah cerita dimulai. * Konsep: Ini adalah lapisan aplikasi. Mahasiswa menggunakan “Lore” yang mereka pelajari untuk membangun sistem nyata yang memecahkan masalah pengguna. * Tujuan: Menciptakan dampak. Sebuah kode (sistem) hanya bermakna jika ia menggerakkan plot kehidupan pengguna ke arah yang lebih baik.
9.0.3 Alur Perjalanan
Pembelajaran bukanlah garis lurus linear, melainkan sebuah Busur Cerita (Character Arc) yang mengikuti pola Model-W:
- The Call to Adventure (Kiri Atas - Aplikasi): Mahasiswa menghadapi masalah nyata di permukaan.
- The Deep Dive (Turun ke Bawah - Fundamental): Mahasiswa menyelam ke dasar teori (“Gua Pengetahuan”) untuk mencari prinsip atau teknologi yang bisa menjadi solusi.
- The Return (Naik ke Kanan - Sistem): Dengan pengetahuan baru, mahasiswa kembali ke permukaan untuk membangun solusi yang tervalidasi.
Untuk membuktikan penguasaan, mahasiswa harus lolos uji Konsistensi Plot (PICOC). Setiap klaim solusi harus terbukti logis, dari level fundamental hingga aplikasi, memastikan tidak ada “plot hole” dalam sistem yang mereka buat.
9.0.4 Solusi Utama
Bagaimana kita memastikan AI membantu tapi tidak mengambil alih? Jawabannya adalah desain Agen Pedagogis dengan prinsip “Anti-Spoiler”.
Dalam cerita saya, AI bukanlah Deus Ex Machina yang tiba-tiba datang menyelesaikan masalah sang pahlawan. Itu adalah penulisan yang buruk. Sebaliknya, AI didesain sebagai Sidekick atau Mentor Bijak.
- Aturan Desain: Agen AI dilarang memberikan jawaban langsung (koding jadi).
- Mekanisme: Jika mahasiswa bertanya “Apa jawabannya?”, AI akan merespons dengan pertanyaan reflektif: “Itu tantangan menarik. Apa yang sudah kamu coba? Logika mana yang menurutmu macet?”
Ini adalah intervensi yang disengaja. Tujuannya adalah memprovokasi Penalaran Otobiografis. AI memaksa mahasiswa untuk berpikir, bergulat dengan masalah, dan akhirnya menemukan solusi dengan kekuatan sendiri.
Dengan cara ini, Self-Authorship terjaga. Mahasiswa tetap menjadi Penulis (Author) dari kode mereka, dan Protagonis utama dalam perjalanan belajar mereka.